Jumat, 02 Desember 2011

Prosedur Perceraian di Pengadilan Agama

Cerai Gugat
1.      Langkah-langkah yang harus dilakukan Penggugat (Istri) atau kuasanya :
a)      Mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iyah (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo Pasal 73 UU No. 50 Tahun 2009)
b)      Penggugat dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah tentang tata cara membuat surat gugatan (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo. Pasal 58 UU No. 50 tahun  2009)
c)      Surat gugatan dapat dirubah sepanjang tidak merubah posita dan petitum. Jika Tergugat telah menjawab surat gugatan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus atas persetujuan Tergugat.
Bila Penggugat meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Tergugat, maka gugatan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat (Pasal 73 ayat (1) UU No. 50 tahun  2009  jo Pasal 32 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974)
Bila Penggugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat (Pasal 73 ayat (2) UU No. 50 tahun  2009)
Bila Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 73 ayat (3) UU No. 50 tahun  2009).
Adapun Permohonan tersebut memuat :    
·         Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon;
·         Posita (fakta kejadian dan fakta hukum);
·         Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita).
d)     Gugatan soal penguasan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian atau sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 86 ayat (1) UU No. 50 tahun  2009).
e)      Membayar biaya perkara (Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R.Bg. Jo Pasal 89 UU No. 50 tahun 2009), bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara cuma-cuma (prodeo) (Pasal 237 HIR, 273 R.Bg).
f)       Penggugat dan Tergugat atau kuasanya menghadiri persidangan berdasarkan panggilan pengadilan agama/mahkamah syar’iah (Pasal 121, 124, dan 125 HIR, 145 R.Bg).
2.      Proses Penyelesaian Perkara   . 
a)      Penggugat mendaftarkan gugatan perceraian ke pengadilan agama/mahkamah syar’iah.
b)      Penggugat dan Tergugat dipanggil oleh pengadilan agama/mahkamah syar’iah untuk menghadiri persidangan
3.      Tahapan persidangan :
a)      Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak, dan suami istri harus datang secara pribadi (Pasal 82 UU No. 50 tahun  2009)
b)      Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua belah pihak agar lebih dahulu menempuh mediasi (Pasal 2 PERMA No. 1 Tahun 2008)
c)      Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat permohonan, jawaban, jawab menjawab, pembuktian dan kesimpulan. Dalam tahap jawab menjawab (sebelum pembuktian) Termohon dapat mengajukan gugatan rekonvensi (gugat balik) (Pasal 132 a HIR, 158 R.Bg)
4.      Putusan pengadilan agama/mahkamah syar’iyah atas permohonan cerai gugat sebagai berikut :
a)      Gugatan dikabulkan. Apabila Tergugat tidak puas dapat mengajukan banding melalui pengadilan agama/mahkamah syar’iah tersebut
b)      Gugatan ditolak. Penggugat dapat mengajukan banding melalui pengadilan agama/mahkamah syar’iah tersebut
c)      Gugatan tidak diterima. Penggugat dapat mengajukan gugatan baru.
d)     Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap maka panitera pengadilan agama/mahkamah syar’iah memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai kepada kedua belah pihak selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah putusan tersebut diberitahukan kepada para pihak.
 Cerai Talak
1.      Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau Kuasanya:
a)      Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iyah (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo Pasal 66 UU No. 50 tahun  2009)
b)      Pemohon dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah tentang tata cara membuat surat permohonan (Pasal 119 HIR, 143 R.Bg jo. Pasal 58 UU No. 50 tahun  2009)
c)      Surat permohonan dapat dirubah sepanjang tidak merubah posita dan petitum. Jika Termohon telah menjawab surat permohonan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus atas persetujuan Termohon. Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Termohon (Pasal 66 ayat (2) UU No. 50 tahun  2009)
Bila Termohon meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Pemohon, maka permohonan harus diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 66 ayat (2) UU No. 50 tahun  2009)
Bila Termohon berkediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 66 ayat (3) UU No. 50 tahun  2009)
Bila Pemohon dan Termohon bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya perkawinan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 66 ayat (4) UU No. 50 tahun  2009).
2.      Putusan pengadilan agama/mahkamah syar’iyah atas permohonan cerai talak sebagai berikut
a)      Permohonan dikabulkan. Apabila Termohon tidak puas dapat mengajukan banding melalui pengadilan agama/mahkamah syar’iyah tersebut
b)      Permohonan ditolak. Pemohon dapat mengajukan banding melalui pengadilan agama/mahkamah syar’iyah tersebut
c)      Permohonan tidak diterima. Pemohon dapat mengajukan permohonan baru.
3.      Apabila permohonan dikabulkan dan putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka
a)      Pengadilan agama/mahkamah syar’iah menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak
b)      Pengadilan agama/mahkamah syar’iah memanggil Pemohon dan Termohon untuk melaksanakan ikrar talak
c)      Jika dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan sidang penyaksian ikrar talak, suami atau kuasanya tidak melaksanakan ikrar talak didepan sidang, maka gugurlah kekuatan hukum penetapan tersebut dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan hukum yang sama (Pasal 70 ayat (6) UU No. 50 tahun  2009
d)     Setelah ikrar talak diucapkan panitera berkewajiban memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti kepada kedua belah pihak selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah penetapan ikrar talak (Pasal 84 ayat (4) UU No 50 tahun  2009


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ahmad syahrus sikti blog, Tulisan aru, makalah aru